Sebuah Surat Cinta part 2
Saat tarbiyah, beberapa hari yang lalu.. ana lalu diberikan lagi sebuah surat cinta dari Murabbiyah ana yang tersayang… ana dihadiahkan sebuah gulungan kertas yang terikat oleh pita cantik berwarna merah.. ana dianjurkan untuk membukanya ketika ana berada di luar majelis tarbiyah… saat telah berada di rumah.. ana baru ingat tentang surat itu… ana kemudian mulai membacanya..
Bila Akhirat Menjauhi Kita…!
Akhirat…kampung tempat segalanya berkesudahan. Mengakhiri jalan panjangnya. Rumah penghabisan, tempat segala hiruk pikuk dunia ditimbang, lalu ditunaikan hak orang-orang yang punya hak, serta diambilkan bayaran kekurangan orang-orang yang berbuat curang.
Bagi orang-orang yang beriman, akhirat adalah tempat menggantungkan cita-cita, harapan, dan puncak kebahagiaan abadi. Tetapi, bagi orang-orang yang bergelimangan dosa, bergumul dengan dosa dan hawa nafsu, akhirat adalah tempat perhempasan yang menyakitkan. Seperti onggokan sampah yang tak kuasa terbawa arus. Melaju, di sana pula sampah itu mengalir. Lalu terhenti seketika. Menebus segala kotorannya. (Q.S Al An’am: 29). Maka manusia sampah punya akhirannya sendiri di kampung akhirat sana. Akhiran sebagai sampah, atau bahkan lebih nista dari sampah, suasananya sangat mengharukan. (Q.S Al An’am: 27)
Akhirat… jauh dekatnya sangat tergantung pada cara kita mengejarnya. Lama dan sebentarnya tergantung bagaimana kita berjalan menuju ke sana.sejatinya, kita bertaruh untuk sesuatu yang sangat pasti. Akhirat yang sering terlupakan. Ia seharusnya hadir di setiap jenak hidup kita, meski terasa asing dan tak tergambarkan.
Ia dekat tapi sering dianggap jauh. Ia nyata bilapun sering dirasa sebatas cerita.
Akhirat….seperti “sahabat sejati”. Ia akan terus melambai, bila kita masih jujur padanya…
Ia akan merindukan kita, bila kita juga merindukannya….
Ia akan menyiapkan sambutan untuk kita, bila kita masih setia berjalan menuju kepadanya… kesetiaan seorang mukmin yang mencari cinta sejati: cinta yang menghidupkan dan memastikan harapan. Kesetiaan seorang mukmin yang mengerti bahwa dunia hanya teman sementara, kawan yang menangkar mawar tapi juga durinya, madu tapi juga racunnya, manis tapi juga pahitnya.
Maka… di tengah hidup yang sangat penat dan melelahkan, bertanya tentang kampung akhirat yang abadi adalah keniscayaan. Ditengah gemerlap hidup yang memacu peradaban materinya, bertanya tentang kabar sahabat sejati adalah kemestian: apa kabar akhirat?
Tapi, ia akan lebih berhak bertanya: apa kabar kita sendiri? Masihkah kita menjadi pengejar akhirat?
Disini segalanya terasa sangat adil. Bila kita menjauh, akhirat pun akan menjauhi kita. Bila kita menghindarinya, ia juga akan menghindari kita. Tapi bila kita mendekat, akhirat pun akan mendekat.
Kita mesti bersyukur, dari sisi yang lain, betapa dekat atau jauhnya akhirat bisa kita rasa, dilubuk hati yang paling dalam, dikedalaman iman yang bercahaya, kita bisa bertanya. Pada segala suasana jiwa, gambaran pikiran bahkan pilihan selera.
Maka tutur kata kita adalah bahasa akhirat kita, menjauhi atau mendekati. Kerja-kerja dan kebanggaan prestasi kita adalah lorong-lorong akhirat kita, menjauhi atau mendekati.
Kadar spiritualitas ruhani kita, adalah tambatan-tambatan akhirat kita, kuat atau lemahnya. Juga, obsesi-obsesi kemanusiaan kita, adalah prasasti yang ditonggakkan dimuka, tentang akhirat kita, kokoh atau lemahnya.
Akhirat… sahabat abadi itu masih manyisakan kesempatan untuk kita. Setidaknya, hingga jenak ini. Disini, saat kita masih seperti ini.
Jadi, cermin itu ada disini, bersama diri kita sendiri, bersama kadar iman kita, ditengah kadar pasang surutnya. Sementara segala dosa dan kesalahan kita adalah bebatuan terjal yang menghambat perjumpaan dengan sahabat sejati: akhirat yang dirindukan.
Segala yang hidup punya pertanda. Begitupun akhirat, tempat segala kehidupan sejati bersaksi, ada banyak pertanda. Apakah ia bersama kita atau tidak. Apakah ia mendekat kepada kita atau menjauh. Pada cermin jati diri itu ada cerita, tentang akhirat yang kian menjauh atau lebih mendekat.
Bila suatu hari, terasa sangat sepi, mungkin itu tandanya kita harus bertanya, adakah akhirat telah menjauhi kita?
Tutur kata kita adalah bahasa akhirat kita, menjauhi atau mendekati. Kerja-kerja dan capaian prestasi kita adalah lorong-lorong akhirat kita, menjauhi atau mendekati.
Pada itu semua, mari kita bertanya, sejujurnya…..
Jangan tinggalkan sahabat sejatimu…………….
(uhibbuki Fillah…. Muthi’ah)
Ana mengucap syukur karena lagi-lagi diingatkan tentang satu perkara penting dalam hidup ana melalui surat itu.. senyum seketika tergores di wajah ana. Ana senang sekali dengan suratnya… karenanya, ana menyalinnya dalam bentuk tulisan.. yang menjadi file, kemudian ana post deh di blog kesayangan ana ini… hhihihi :D semoga mendatangkan manfaat ya syukran jazakumullah Khairan atas waktu yang sedikit tuk membaca postingan ana yang sangat sederhana ini…
Have a nice day!
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 comments:
Post a Comment